Senin, 23 November 2015

Islam dan Demokrasi

Istilah demokrasi tidak jarang disebut-sebut sebagai produk barat yang tidak dapat disandingkan dengan Islam. Hal tersebut dikarenakan Islam yang dipandang kaku dan hanya bisa membuat hirarki dalam lingkungan masyarakat seperti halnya patriarki. Pendapat ini banyak dilontarkan oleh kaum diluar Islam dan bahkan dari orang-orang Islam sendiri yang tidak begitu memahami bagaimana Islam sebenarnya. Sehingga banyak terjadi perpisahan urusan agama dan negara atau sekularisme di beberapa negara, sekalipun di negara yang mayoritas berpenduduk muslim. Lalu bagaimana Islam sebenarnya dalam memandang demokrasi? kebenarannya akan kompatibel atau tidaknya untuk disandingkan dengan urusan negara atau politik dapat dilihat dari bagaimana konsep Islam tentang negara yang diinginkan, guna menyatukan umatnya dan memberikan kesejahteraan didalamnya.

Pengertian demokrasi secara umum dan yang paling populer adalah Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, seperti yang diuraikan oleh Abraham Lincoln. Konsep ini banyak dielu-elukan oleh banyak negara karena dianggap sebagai sistem politik yang ideal untuk memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat suatu negara di segala lapisan. Secara aktual, Negara dapat disebut negara jika Ia memiliki wilayah dan masyarakat didalamnya. Sehingga tidak berlebihan jika demokrasi dipandang sebagai sistem urusan kenegaraan yang paling tepat karena menempat kan rakyat sebagai pemegang kekuasaan dalam bertindak dan mengambil kebijakan.

Sedangkan dalam Islam, yang perlu ditekankan adalah Islam dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda. Islam sebagai sistem memiliki konsep dan penerapan politik yang lebih luas daripada demokrasi. Namun sebagian konsep demokrasi tetap dapat masuk dalam sub-sistem sistem kenegaraan dalam Islam. Islam bukan demokrasi, bukan juga otokrasi. Islam adalah Islam, yang tidak pure demokratis seperti Barat, dimana kedaulatan dipegang oleh semua masyarakat secara rata. Tapi fakta yang ada adalah penyelenggaraan hak kekuasaan secara rata itu seringnya dilakuka selama 5 tahun sekali melalui pemilu. Sedangkan kedaulatan secara merata yang sebenarnya hanya secara prosedural. Keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan yang paling dominan adalah dari segelintir kelompok elit yang tidak jarang memutuskan berdasarkan kepentingan sendiri. Namun dalam Islam, kedaulatan tertinggi adalah kedaulatan Allah, yang memiliki hukum dengan pedoman dasar Al-qur'an dan hadits tanpa mengesampingkan hak-hak masyarakat yang seharusnya didapat. Islam juga berbeda dengan otokrasi karena selain menetapkan kewajiban umatnya untuk dikerjakan, Ia tidak mengesampingkan hak-hak umatnya untuk didapat seperti yang disebutkan sebelumnya.

Hal ini dapat dilihat dari yang disebutkan dalam kitab sucinya (Albaqarah:188), yang artinya "Dan janganlah kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan." Dalam surat Al-mulk/67:15 disebutkan pula, yang artinya: "Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian rizki Nya. Dan hanya kepada Nya lah kamu kembali." Selain itu ada disebutkan pula, "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepada mereka ganjaran dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (An-nahl/16:97)." Dari beberapa ayat diatas bisa dipahami bagaimana Allah sebagai tuhan dan pemegang kedaulatan tertinggi memberikan hak-hak kepada semua orang tanpa terkecuali dan tidak memandang tingkat hirarki sosial sebagai pengukur hak-hak  yang didapat.

Mengenai demokrasi untuk disandingkan dengan Islam, umat Islam memiliki beberapa tokoh yang memberikan gagasan akan pentingnya memasukkan Islam dalam sistem negara. Salah satunya adalah Mohammad Natsir, seorang nasionalis Indonesia yang cukup terkenal dan merupakan tokoh Islam yang kontra akan dipisahkannya agama Islam dengan negara. Menurutnya, Islam bukanlah sekedar agama yang kaku dan hanya menerapkan ritualisas didalamnya. Islam adalah agama yang dapat disandingkan dengan semua urusan di segala masa. Ia beranggapan bahwa sistem Islam dapat diterapkan di Indonesia. Namun, Ia tetap mengkritik demokrasi ala barat yang memisahkan antara Negara dan Agama. Disini, Ia hendak menghapus citra jelek Islam karena beberapa negara yang menerapkan Islam tapi hasilnya buruk. Negara yang melakukan penyatuan agama dengan negara namun hasilnya buruk adalah bukan karena memasukkan agama itu salah, tapi karena penerapan hukum agama yang setengah-setengah dan masih banyak kepentingan pribadi yang dimasukkan.

Dengan tegas pula Natsir menegaskan (Muhammad Natsir, Capita Selekta, hlm. 453) bahwa Islam adalah suatu pengertian, suatu paham, suatu bergrip sendiri yang mempunyai sifat-sifat sendiri pula. Islam tak usah demokrasi 100% , Islam itu yah Islam. Selain M. Natsir, ada pula tokoh Islam lainnya yakni Abul A’la Ala-maududi. Menurut Al-maududi, negara Islam adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Ajaran Islam yang serba mencakup itu tak dapat dipraktekkan tanpa negara Islam. Hal itu tidak lain karena negara memiliki otoritas dan kekuasaan politik yang dibutuhkan untuk merealisasikan ajaran agama. Niat mencari kekuasaan dalam rangka menegakkan agama Allah adalah amal saleh dan jangan dicampur adukkan dengan ambisi kekuasaan. Konsekuensi logis dari teori politik Islam tersebut, Almaududi mengajukan rumusan baru mengenai arti demokrasi yang dipersepsi oleh barat selama ini. Bagi dia, tak seorangpun yang dapat mengklaim memiliki kedaulatan. Pemilik kedaulatan yang sebenarnya adalah Allah dan selain Dia adalan hamba-Nya. Atas dasar itu, dia mengajukan istilah "theodemokrasi" yaitu suatu pemerintahan demokrasi yang berdasarkan ketuhanan, karena dala pemerintahan ini, rakyat diberi kedaulatan terbatas dibawah wewenang Allah.

Dengan begitu, kompatibel atau tidaknya Islam dengan demokrasi perlu diperhatikan dalam setiap perkara. Karena tidak semua hal dalam konsep demokrasi dapat diimplementasikan dalam konsep Islam atau mungkin bisa disebut khilafah. Dalam hal kedaulatan misalnya, kedaulatan tertinggi dalam Islam bukan pada setiap masyarakat yang ada, karena hal itu malah akan membuat kekacauan dalam suatu sistem karena efektifitas yang sangat kurang untuk melibatkan semua masyarakat dalam setiap kebijakan. Sedangkan dalam Islam, kedaulatan tertinggi berada pada Tuhan atau Allah, dengan konsitusi yang diterapkan berdasarkan Al-qur'an dan hadits.


Daftar Pustaka:


  • http://www.slideshare.net/afkarunia/hak-asasi-manusia-menurut-pandangan-islam
  • http://www.slideshare.net/afkarunia/hak-asasi-manusia-menurut-pandangan-islam

Jumat, 06 November 2015

Kesetaraan Gender Dalam Islam

Kita hidup dalam masa dimana apa yang dulunya menjadi persoalan dipermudah dan diperingkas dengan semakin canggihnya tekhnologi, serta masa dimana persoalan semakin bervariasi dan kompleks, yaitu di era globalisasi. Sebagai dampak dari globalisasi ini, muncul isu gender yang menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal. Isu ini kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia dan banyak mengubah tatanan masyarakat dalam politik, ekonomi, sosial dan lain sebagainya.

Dalam umat Islam,  isu gender ditanggapi dengan beberapa variasi pendekatan. Setidaknya terdapat tiga aliran dalam menanggapi persoalan ini. Pertama, konservatif, tanggapan ini banyak dilontarkan oleh ulama-ulama yang keras dan menolak bias gender. Sebagai pola tradisionalis reduksionis, kebanyakan aliran ini datang dari pengikut-pengikut Islam tradisionalis yang menerapkan keketatan dalam hukum agama. Seperti ketetapan bahwa perempuan sebaiknya hanya berada di dalam rumah, memakai cadar dan mengurusi urusan-urusan rumah tangga saja.

Selanjutnya, aliran Liberal, aliran ini berpendapat bahwa gender adalah tentang sesuatu yang bersifat equal, dalam artian bahwa lelaki dan perempuan harus disamakan. Mereka mencoba melakukan demaskulinisasi, merombak sistem patriarki-ortodoks dalam masyarakat Islam dan lain lain. Pemikiran ini banyak datang dari kaum lelaki dan perempuan yang mendapatkan pendidikannya di negara-negara barat yang notabene menjunjung hak-hak asasi manusia secara equal, feminisme dan produk-produk barat lainnya. Sehingga tidak heran jika doktrin dari negara-negara tersebut masuk dan mempengaruhi pemikirannya akan hal-hal yang berkenaan dengan gender. Tokoh-tokoh dalam aliran ini misalnya Arkoun, Syahrur dan lain-lain.

Di antara dua pendapat yang jauh bertolak belakang, terdapat juga aliran yang sederhana atau aliran moderat. Ia berada di tengah-tengah dua aliran diatas. Di satu sisi ia menerima isu bias gender ini, pandangannya adalah gender antara laki-laki dan perempuan memang harus setara sewajarnya. Dalam artian, aliran ini tidak menolak bias gender selama tidak keluar dari koridor-koridor Islam. Ia mencoba untuk menerapkan Islam dengan isu ini berdasarkan penyesuaian masanya. Karena setiap masa pasti berbeda dan Islam adalah agama universal yang selalu dapat kompatibel untuk disandingkan dengan segala persoalan dalam segala masa.

Sebelum terlau jauh membahas gender dalam pandangan Islam, perlu diketahui terlebih dahulu apa itu gender. Gender, dalam Women’s studies adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. H.T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan bahwa gender adalah suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan. Sedangkan menurut kaum feminis, misal saja Lindsay, Ia beranggapan bahwa semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki dan perempuam adalah termasuk kajian gender.

Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gender bukan saja perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan secara biologis. Tapi isu tersebut lebih pada perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara peran, perilaku, hak dan lain sebagai konstruksi yang melekat dalam masyarakat. Pada dasarnya, gender menekankan pada aspek sosial, budaya, psikologis dan aspek non biologis lainnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan gender merupakan konstruksi masyarakat yang dibentuk, disosialisasikan, diperkuat dan bahkan dilegitimasi secara sosial dan budaya. Dalam menanggapi isu ini, Islam banyak dinilai sebagai agama yang sangat kaku dan tidak dapat menerima isu bias gender karena Islam diihat selalu menomor duakan perempuan setelah Laki-laki. Pertanyaannya adalah apakah benar seperti itu? Untuk mengetahuinya, perlu kita untuk memahami pandangan Islam sendiri mengenai isu gender ini.

Sebelum Nabi Muhammad SAW datang dan membawa ajaran agama Islam, dunia berada pada kondisi dimana derajat perempuan benar-benar berada dibawah dan bahkan keberadaannya disamakan dengan barang, bukan manusia. Hal ini diamini dengan penguburan bayi secara hidup-hidup oleh orang tuanya jika diketahui jenis kelaminnya perempuan pada masa itu. Bayi perempuan dianggap sebagai aib yang hanya akan membawa kesialan dalam hidup. Masa ini lah yang disebut masa atau zaman jahiliah. Namun Rasulullah datang dan meningkatkan derajat perempuan, Ia menghapus tradisi tersebut, menghormati perempuan sebagai sesama manusia dan menjunjung harkat dan martabatnya.

Dalam Alquran disebutkan dalam beberpa ayat bahwa laki-laki dan permpuan memilki kedudukan yang sama. Seperti yang termaktub dalam Q.S. An-Nahl:97, yang artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka akan kami berikan mereka kehidupan yang baik dan akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan.” Surat lainnya yaitu Ali imron ayat 195 disebutkan, yang artinya: “Sesungguhya Aku tidak menyia-nyiakan amal yang dilakukan oleh kamu sekalian, kaum laki-laki dan perempuan.”

Dari 2 ayat tersebut dapat dipahami bahwa sesungguhnya perempuan memiliki kesamaan dalam berbagai hak dengan laki-laki. Namun memang Allah menciptakan perempuan dengan suatu keterbatasan daripada laki-laki. Sehingga utusan-utusan yang ditunjuk sebagai Rasul selalu laki-laki. Hal ini disebakan perempuan yang lebih mengedepankan perasaan daripada akalnya. Tetapi, dalam hal ini bukan berarti perempuan kehilangan derajatnya dalam kesetaraan gender jika dibandingkan dengan laki-laki. Karena pada dasarnya, perempuan juga memiliki kelebihan yang tak dimiliki oleh laki-laki.

Dalam Alquran, selain laki-laki, perempuan juga disebut sebagai individu. Seperti yang tersebutkan sebagai berikut: Perempuan adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban sama untuk beribadat kepadaNya sebagaimana termuat dalam Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56; Perempuan adalah pasangan bagi kaum laki-laki termuat dalam Q.S. An-naba‟ayat 8; Perempuan bersama-sama dengan kaum laki-laki juga akan mempertanggung-jawabkan secara individu setiap perbuatan dan pilihannya termuat dalam Q. S. Maryam ayat 93-95.

Lalu bagaimana hak warisan yang didapatkan oleh perempuan tidak setara atau lebih sedikit daripada laki-laki? Perlu diketahui bahwa pada dasarnya kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki ditujukan untuk membela dan melindungi perempuan. Sebagaimana yang termaktub dalam surat An-Nisa’ ayat 32, yang artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkanAllah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Warisan yang diterima perempuan lebih sedikit daripada laki-laki karena tanggungan yang harus diemban oleh perempuan lebih sedikit dari laki-laki. Perempuan dengan warisan tersebut dapat menghidupi dirinya sendiri, sedangkan laki-laki ketika menikah nanti harus menghidupi dirinya dan istrinya, belum lagi anak-anaknya nanti. Namun hal ini bukan berarti perempuan disepelekan dengan tanggung jawab yang sedikit lebih ringan. Karena pada dasarnya, Ia juga memiliki tanggungan yang besar dalam mengurus rumah tangganya nanti yang tidak bisa atau susah untuk dilakukan laki-laki. Misalkan saja, sifat dasarnya yang lembut dan berperasaan akan lebih gampang untuk memasukkan pendidikan terhadap anaknya dan menenangkan ketika terjadi suatu persoalan. Dengan demikian, perempuan juga memiliki kelebihan yang tak dimiliki oleh laki-laki. Dan dari penjelasan diatas dapat dipahami bagaimana Islam sangat menghargai perempuan dengan tidak membeda-bedakan haknya dengan kaum laki-laki.



Daftar Pustaka:

Kamis, 05 November 2015

Islam dan Globalisasi

Hidup di era globalisasi membuat kita melihat dunia semakin kecil dalam hal jangkauan tempat dan semakin sempit dalam jangkauan waktu. Karena sekarang jarak yang jauh dapat ditempuh dengan singkat. Jarak yang jauh juga tidak masalah yang berarti untuk menjalin komunikasi. Masalah antar negara yang dulunya dapat ditutupi dengan rapi, sekarang dengan mudahnya terpublikasi secara global. Semua hal ini tidak lepas dari semakin canggihnya tekhnologi yang membuat border antar negara semakin pudar. Disatu sisi, memang globalisasi ini membawa dampak positif dengan memudahkan segala aktifitas untuk dilakukan secara cepat dan akurat. Tapi konsep ini juga membawa dunia mengalami masalah yang lebih kompleks. Karena dengan semakin terbukanya hubungan antara individu, kelompok, komunitas dan negara, tidak hanya menciptakan kerjasama tapi juga konflik yang semakin bervariasi di dalamnya. Lalu bagaimana Islam menyikapi isu ini, apakah ia kompatibel untuk disandingkan dengan globalisasi? Hal ini dapat dijawab dengan bagaimana Islam itu sendiri memandang globalisasi.

Tidak ada definisi pasti mengenai globalisasi. Menurut Robertson (1992), globalisasi mengacu pada penyempitan dunia secara intensif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Pendapat lain mengatakan bahwa globalisasi adalah proses dimana berberbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain (A.G. Mc.grew, 1992). Dilihat dari definisi-definisi diatas, secara umum globalisasi dapat didefinisikan sebagai proses penyempitan dunia dimana suatu fenomena yang terjadi di satu negara dapat mempengaruhi negara-negara lain secara cepat dan merupakan suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.

Islam merupakan agama global dengan ajaran yang universal. Konsep globalisasi dalam Islam sudah diterapkan dalam Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Hal ini dapat dilihat ketika Rasulullah SAW memerintahkan utusan-utusannya untuk mengantarkan surat-surat dakwah ke raja-raja dan berbagai pemimpin di berbagai negara. Jadi, secara penerapan Islam sudah menggunakan konsep ini, hanya saja istilahnya baru ada jauh setelah beliau wafat dan diusung oleh barat. Globalisasi Islam berangkat dari kesatuan antaran tataran konseptual dan tataran aktual, dan ini merupakan keistimewaan Islam. Oleh karena itu, globalisasi dalam Islam adalah suatu proses mengglobalkan nilai-nilai universalitas seperti toleransi, kebersamaan, keadilan, kesatuan, musyawarah dan lain lain.

Karena Islam pada dasarnya adalah agama universal, maka Islam sangat relevan dengan konsep globalisasi ini. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Subhilhar dan Indra Kesuma Nasution dalam tulisannya. Terdapat beberapa relevansi antara Islam dan globalisasi:

1.     Islam dan pembangunan sumber daya, Globalisasi mememiliki sifat kompetitif apalagi bila disandingkan dengan bisnis dan perekonomian antar negara. Sehingga hal ini menuntut masyarakat untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki dan berusaha yang terbaik untuk dapat memberikan kontribusi pembangunan negara atau dunia yang lebih baik. Dalam Islam, hal ini sangat didukung. Seperti ajaran-ajarannya yang tergambar di kalimat berikut: "Beribadahlah kamu seolah-olah kamu mati esok dan bekerjalahkamu seolah-olah kamu hidup selamanya." Kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa bagi umat Islam diharuskan untuk berusaha melakukan pembangunan-pembangunan dan meningkatkan sumber daya.
2.     Islam dan globalisasi pendidikan, Mengglobalnya istilah globalisasi tidak lepas dari semakin canggihnya tekhnologi dan produksi. Dalam hal pendidikanpun, kecanggihan ini dapat dirasakan dan sangat membantu dalam proses belajar dan mengajar. Hal ini juga tidak dielakkan oleh Islam. Dalam Islam malah mencoba untuk menggunakan kemajuan-kemajuan ini bukan malah bersikap konservatif. Hal ini dapat dilihat dari pesantren-pesantren di Indonesia yang senantiasa memanfaatkan tekhnologi ini dalam proses pembelajaran. Contohnya saja, komputer, internet, hand phone dan produk-produk lain yang dihasilkan karena berkembangnya globalisasi.
3.     Islam dan Modernisasi, Dalam buku "Islam Kemodernan dan Keindonesiaan" (177:1987), Nurcholis majdid menjelaskan bahwa seorang muslim meyakini kebenaran Islam sebagai way of life. Semua nilai dasar dari way of life tersebut secara menyeluruh tercantum dalam kitab suci Al Quran. Dalam keberlangsungannya, dunia pasti berkembang dan dituntut untuk lebih memudahkan segala aktifitas, hal ini contohnya melalui modernisasi. Islam tidak menolak akan modernisasi, malah mendukung dan dianggap wajib karena setiap zaman pasti memiliki perubahan-perubahan yang terbaru. sehingga diperlukan suatu pedoman yang dapat dijadikan pegangan oleh umat manusia. Islam telah menjelaskan akan universalitas Islam, sehingga ajaran-ajaran didalamnya, yang termaktub di kitab suci Al-Quran sangatlah berguna dan relevan terhadap perkembangan modernisasi.
4.     Islam dan demokrasi sering apabila mendengar kata Islam dan demokrasi mainstreamnya adalah dua hal yang jauh dan tak bisa dikorelasikan. Padahal jika kita mencoba untuk mempelajari ajaran-ajaran Islam, yang ada adalah Islam sangat kompetibel terhadap demokrasi. Dalam islam tidak ada yang namanya membeda-bedakan ras, suku, status dll dalam membicarakan hak. Semua manusia, baik itu cewek maupun cowok, kaya atau miskin, cantik maupun jelek, mereka adalah sama. Mereka berhak mendapatkan apa yang menjadi haknya dan melakukan apa yang menjadi kewajibannya. Yang membedakan derajat mereka hanyalah satu, yakni tingkay ketakwaan mereka kepada Allah SWT.
5.     Islam dan terrorisme, Agama Islam sering dikaitkan dengan terroris. Hal ini karena banyaknya kejadian terror yang mengatasnamakan Islam sebagai latar belakangnya. Hal ini gampang saja terjadi karena media dan instrumen-intrumen propaganda internasional lainnya sebagai bumbu dari globalisasi, dapat membuat isu yang memojokkan posisi Islam. Itu karena islam merupakan target menggiurkan dengan jumlah pengikut yang besar di dunia, kelompok-kelompok kepentingan pastinya tidak akan menyia-nyiakan peluang ini. Pada dasarnya, Islam tidak asal-asalan memberi ajaran tentang perlakuan ekstrim ini. Islam itu cinta damai. Bagaimana dengan konsep jihad? Jihad dalam islam juga jihad yang damai bukan seenaknya sendiri, seperti yang dicontohkan Rasulullah dalam menyebarkan Islam, dimana Ia tidak pernah melakukan tindakan kekerasan dan paksaan terhadap masyarakat pada masanya. Islam itu adalah agama yang paling istimewa. Oleh karenanya, keistimewaan itu akan diiringi dengan goncangan-goncangan gangguan dari kelompok luar yang membenci dan iri terhadap Islam.

Dari penjelasan diatas, dapat dilihat betapa Islam sangat kompatibel terhadap globalisasi. Bahkan globalisasi itu merupakan sesuatu yang wajib dan ditanggapi dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, guna meningkatkan kualitas umat Islam dan kekokohan Umat Islam.



Daftar Pustaka:


  • https://www.academia.edu/11107976/MAKALAH_PENGARUH_GLOBALISASI_TERHADAP_KEHUDUPAN_BANGSA_DAN_NEGARA
  • https://www.academia.edu/6215005/_Globalisasi_dalam_Islam_
  • http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16005/1/was-feb2006-%20(5).pdf


Selasa, 03 November 2015

Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam

Isu tentang Hak Asasi Manusia mulai booming sejak abad ke 17 dan 18, sebagai reaksi dari keabsolutan raja-raja pada saat itu yang bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat lapisan bawah. Hak-hak yang seharusnya juga diterima oleh semua kalangan masyarakat, hanya didapat oleh kaum-kaum dari lapisan atas. Golongan bawah diperintah dan diperkerjakan sebagai budak. Oleh karena itu, kemudian muncullah ide HAM (Hak Asasi Manusia) dengan harapan konsep ini dapat mengangkat derajat kaum lapisan bawah ke atas dan menjadikannya sederajat dengan kaum-kaum lainnya. Karena pada dasarnya, mereka juga manusia yang berhak mendapatkan apa yang menjadi haknya dan diperlakukan selayaknya manusia senormalnya.

Tidak sedikit di kalangan masyarakat Internasional yang berpandangan bahwa Islam tidak cocok dengan konsep Hak Asasi Manusia. Hal ini dikarenakan Islam yang dilihat kaku dalam menyikapi suatu perkara, contohnya saja qishas, jihad, negara Islam dll. Dalam kasus mencuri misalnya, maka sebagai hukumannya, si pencuri harus dipotong tangannya. Intinya adalah si pelaku kejahatan mendapatkan hukuman yang setimpal. Tapi dalam menyikapi hal ini banyak yang berpendapat bahwa hal tersebut merupakan kekejaman yang tak seharusnya tidak dilakukan. Lalu apa benar Islam tidak menghormati hak asasi manusia? Tanpa memahami langsung maksud Islam dari kitab sucinya yakni Al-Qur'an dan haditsnya, jawaban iya akan didapat. Oleh karena itu, untuk mengetahuinya, perlu kita memahami isi dari pedoman dan pengangan umat Islam.

Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak yang menempel kepada manusia, sifatnya inheren, hak ini perlu dilindungi oleh setiap orang, golongan, negara dan pemerintah. Hal ini dikarenakan semua manusia adalah sama, mereka merupakan makhluk ciptaan tuhan sebagai anugerah yang wajib dihormati. Menurut John Locke, HAM adalah hak-hak diberikan langsung oleh tuhan yang maha pencipta sebagai hak yang kodrati (Mansyur Efendi, 1994). Anggota komisi HAM PBB, Jan Materson, mengungkan "Human right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being." Yang maksudnya adalah Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang melekat pada manusia dan tanpanya kita tidak bisa hidup. Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Hak asasi manusia adalah segala hak yang dimiliki manusia yang wajib dilindungi dan dihormati, karena tanpanya manusia bukanlah manusia yang sesungguhnya.


Islam Mengenai Hak Asasi Manusia

Dalam Islam, hak asasi manusia merupakan hak yang sudah ada sejak dia lahir dan bahkan sebelum ia dilahirkan. Manusia adalah makhluk yang bebas yang memiliki hak dan kewajiban. Karena pada dasarnya, kewajiban tanpa diiringi dengan hak, tidak akan berjalan. Sebaliknya, hak yang bebas akan tercipta dengan adanya tanggungjawab akan kewajibannya. Dalam kitab suci Alqur'an surat Al-hujurat ayat 13 disebutkan sebagai berikut, yang artinya: "Hai manusia, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah kaum yang paling takwa." Dapat dipahami dari ayat tersebut bahwa Islam tidak memandang manusia secara berbeda-beda dalam hal duniawi, tingkat derajat manusia diukur dengan takwa. Yang berarti bahwa semua manusia adalah sama dan berhak mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai pengimbang tanggungjawab akan kewajibannya.

Konten hak asasi manusia dalam Islam meliputi: Penghormatan, kebebasan, humanisme, persamaan, kegunaan, akuntabilitas, kerjasama dan keadilan. HAM dalam Islam memiliki beberapa dasar yang terpusat yang terangkum dalam Al-dloruriyat al-khomsah, antara lain:

1.     Hifdzu al-din, penghormatan atas kebebasan beragama
2.     Hifdzu al-mal, penghormartan atas harta benda
3.     Hifdzu al-nafs wa al-'ird, penghormata atas jiwa, hak hidup dan individu
4.     Hifdzu al-aql, penghormatan atas kebebasan berpikir
5.     Hifdzu al-nasl, keharusan untuk menjaga keturunan

Dasar-dasar ini lah yang wajib dilaksanakan dan dijaga oleh umat Islam guna menciptakan kondisi masyarakat yang damai, tentram dan sejahtera melalui penghormatan-penghoramatan kepada sesama individu, penghormatan individu kepada masyarakat, penghormatan kepada sesama masyarakat, penghormatan masyarakat kepada negara dan penghormatan komunitas agama terhadap komunitas agama lainnya.

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang diberikan Allah SWT . Manusia, dalam Islam adalah khalifah Allah, oleh karena itu segala hak mereka sudah diatur oleh Allah melalui wahyu Nya. Pengaturan hak asasi manusia dalam Islam sebagai sumber utama meletakkan kebenaran dan keadilan. Bahkan jauh sebelum konsep HAM ada dan menyebar ke masyarakat, Islam sudah memiliki pemikiran tentang hal tersebut. Sebagaimana ketentuan-ketentuan yang tercantumkan dalam kitab sucinya, antara lain:


1.     Sekitar 80 ayat dalam alquran menjelaskan tentang hidup. Seperti dalam surat al-maidah ayat 32 dijelaskan tentang pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana kehidupan, selain itu Al-quran juga membicarakan tentang kehormatan dala 20 ayat.
2.     Sekitar 150 ayat dalam Alquran menjelaskan tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta persamaan dan penciptaan seperti yang termaktub dalam surat Al-hujarat ayat 13.
3.     Sekitar 320 ayat dalam Alquran menjelaskan tentang penentangan terhadap kezaliman dan orang-orang yang berbuat zalim. Selain itu, sekitar 50 ayat memerintahkan untuk berbuat adil, yang diungkapkan dengan kata-kata: 'adl. qith dan qishas.
4.     Sekitar 10 ayat dalam Alquran menjelaskan tentang larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi seperti yang termaktub di surat Al-kahfi ayat 29.
Sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan tuntutan dan contoh dalam penegakan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Beliau memerintahkan untuk memelihara hak-hak manusia walaupun terhadap orang-orang yang berbeda agama. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa Islam sangat menghargai hak asasi manusia. Hak terhadap manusia sudah ada sejak ia belum dilahirkan dan telah termaktub dalam kitab suci Alquran bahkan jauh sebelum konsep HAM timbul dan meyebar di kalangan masyarakat. Tentang pendapat yang menyebutkan bahwa hukum Islam seperti qishas itu kejam dan tidak berperilaku kemanusiaan adalah suatu kebaikan yang sebenarnya. Karena dengan adanya hal seperti itu, keamanan akan tercipta dalam masyarakat dan menekankan akan penting dan harus adanya penghormatan terhadap sesama individu, masyarakat, komunitas dan negara.


Daftar Pustaka:

  • http://www.slideshare.net/afkarunia/hak-asasi-manusia-menurut-pandangan-islam
  • http://gondayumitro.staff.umm.ac.id/